Sabtu, 24 Juni 2017

Contoh Kasus Korupsi: Para Petinggi Akademi Perawatan Cut Nyak Dhien

Lagi-lagi korupsi merambah bidang pendidikan Aceh. Setelah sebelumnya mantan Direktur dan Bendahara Farmasi Banda Aceh, kini giliran para petinggi di Akper Cut Nyak Dhien Banda Aceh melakukan penyimpangan dana hibah APBA. Indikasi kerugian negara pun tak tanggung-tanggung, mencapai Rp1,3 miliar.

Kasus sumber dana hibah tahun 2012 di Akper Cut Nyak Dhien Banda Aceh ini, mulai diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh, Juli 2014 dan penanganannya sudah ditingkatkan ke penyidikan pada 29 Agustus 2014. Dalam kasus ini penyidik telah menetapkan lima calon tersangka yang semuanya merupakan petinggi di Akper Cut Nyak Dhien, Banda Aceh.

“Kasus ini sudah kami tingkatkan ke penyidikan, Jumat 29 Agustus 2014. Indikasi kerugian negara sementara menurut hitungan penyidik Rp1,3 miliar, masing-masing Rp1,1 miliar sumber hibah APBA 2012 dan Rp 211 juta sumber DIPA Akper tahun 2012. Namun, kerugian sebenarnya nanti setelah BPKP melakukan penghitungan atau adit kerugian negara,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banda Aceh, Husni Thamrin SH di Banda Aceh, Minggu (31/8). Husni menjelaskan, kasus indikasi korupsi melibatkan para pengurus Akper Cut Nyak Dhien ini terjadi pada tahun 2012. Tahun itu, katanya, Pengurus Akper Cut Nyak Dhien mengajukan naskah (proposal) ke Pemerintah Aceh, guna meminta bantuan hibah untuk biaya praktek lapangan (PPL) mahasiswa ke Malaysia.

Pemerintah Aceh menyanggupi proposal tersebut dan pada bulan Juli 2012 mencairkan anggaran senilai Rp2,3 miliar. Sementara pada April dan Mei 2012, Akper Cut Nyak Dhien memberangkatkan 80 mahasiswa (40 orang bulan April dan 40 orang bulan Mei) ke Hospital Pusrawi Malaysia. Untuk sementara, anggaran keberangkatan ini dikutip dari para mahasiswa masing-masing Rp2 juta.

“Begitu cair dana hibah pada bulan Juli 2012 Rp2,3 miliar, uang mahasiswa yang dikutip ini dikembalikan, namun pengembalian itu ada mahasiswa yang tidak menerima Rp2 juta sesuai uang yang dikutip sebelumnya,” tutur Husni didampingi Kasipidsus, Kasi Intel dan Kasipidum.

Selanjutnya, pada bulan Juli 2012, para pengurus Akper Cut Nyak Dhien kembali mengambil inisiatif sendiri, dengan memberangkatkan 80 mahasiswa lainnya PPL ke RS Adam Malik, Medan. “Nah, dana ini mereka kutip juga dari mahasiswa Rp1 juta per orang. Lalu, kemudian diganti juga dengan dana hibah yang dikucurkan pemerintah,” sebutnya.

Dari barang-bukti ditemukan penyidik, jumlah anggaran hibah yang dikucurkan Rp2,3 miliar dengan jumlah uang yang digunakan, termasuk dibayarkan ke mahasiswa, masih ada kelebihan dana Rp1,1 miliar. Namun hingga akhir masa anggaran 31 Desember 2012, kelebihan tersebut tidak dikembalikan ke kas daerah, sesuai prosedur penggunaan dana hibah.

“Selain sisa dana tersebut, masih ada dana DIPA tahun yang sama Rp211 juta yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. Dalam laporan mereka, sisa dana hibah dan dana DIPA ini diperuntukkan membangun Pos Satpam dan membeli alat-alat perpustakaan. Artinya dana hibah yang mestinya dikembalikan ke kas daerah, digunakan ke alokasi lain,” rinci Husni.

Dalam kasus ini, penyidik Kejari Banda Aceh menetapkan 5 petinggi Akper Cut Nyak Din sebagai calon tersangka, di antaranya, SY (mantan direktur ), NLS (bendahara), ML (pembantu direktur), SD (pembantu direktur) dan TA (sub pelaksana).

Ke-5 calon tersangka dijerat Pasal 2 jo Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (amin/01)

Analisis:
Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa. Selain itu, untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dasar Hukum :
1)      Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
2)      Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3)      Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4)      Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU ini mengatur tentang :
Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:
1)      Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini;
2)      Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannya diubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsung menyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang diacu;
3)      Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 12 A, Pasal 12 B, dan Pasal 12 C;
4)      Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 26 A;
5)      Pasal 37 dipecah menjadi 2 (dua) pasal yakni menjadi Pasal 37 dan Pasal 37 A;
6)      Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 ditambahkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 38 A, Pasal 38 B, dan Pasal 38 C;
7)      Di antara Bab VI dan Bab VII ditambah bab baru yakni Bab VI A mengenai Ketentuan Peralihan yang berisi 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43 A yang diletakkan di antara Pasal 43 dan Pasal 44;
8)      Dalam BAB VII sebelum Pasal 44 ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 43 B.

Berdasarkan kasus di atas dapat di lihat bahwa para petinggi di Akademi Keperawatan (AKPER) Cut Nyak Dien Banda Aceh telah melakukan tindakan korupsi. Penyebab terjadinya korupsi ada kaitannya juga dengan aparat penegak hukum yang tidak serius untuk memberantas korupsi yang telah mewabah di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Akibatnya banyak orang yang melakukan tindakan korupsi terus menerus karna merasa hukuman yang di berikan hanya di pennjara, beda dengan Negara-negara lain yang memberikan hukuman gantung atau yang lainnya. Seharusnya di Indonesia di berlakukan hukuman seperti itu agar orang-orang yang korupsi jera dan tidak akan mengulangi perbuatan tersebut, dan juga sebagai contoh untuk orang-orang yang ingin melakukan tindakan korupsi. Disamping kekuatan hukum yang masih sangat lemah dan tidak tegasnya para penegak hukum dalam menghukum para pelaku korupsi ada empat (4) hal korupsi itu terjadi dinegeri kita ini, yaitu :
1)      Tidak ada kemauan politik dari Negara untuk menjadikan korupsi sebagai musuh bersama dan mereka masih banyak menjadi bagian dari persoalan korupsi.
2)      Masyarakat kehilangan makna bahwa korupsi sangat menyengsarakan kehidupannya, sehingga kesulitan untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi.
3)      Modus korupsi yang terjadi semakin beragam dan semakin tinggi kualitasnya.
4)      Korupsi dijadikan sebagai kasus biasa, padahal merupakan tindak pidana dan pelnggaran HAM yang berat.

Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar