Kamis, 22 Juni 2017

Contoh Kasus cybercrime: Router dan CCTV dua Alat Untuk Curi Uang dari Rekening

Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal  Polri telah menangkap IIT, pelaku kejahatan siber dengan modus mencuri uang setelah meretas akun rekening korbannya. Menurut tim penyidik, terdapat dua alat utama yang digunakan IIT dan rekannya, yang saat ini masih buron, agar bisa melaksanakan kejahatannya tersebut.

Alat pertama adalah router, alat kecil yang bisa "merekam" segala aktivitas yang dilakukan saat seseorang melakukan transaksi menggunakan ATM. Alat tersebut dipasangkan dalam sebuah ATM dengan cara membongkarnya diam-diam.

Kepala Sub Direktorat Cyber Crime Dir Tipideksus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Rachmad Wibowo, mengungkapkan otak-atik yang dilakukan para pelaku tidak terdeteksi lantaran mereka menutup kamera CCTV yang terletak di bilik ATM. (Baca juga: Polri Tangkap Pelaku Pembobol Rekening asal Bulgaria)

"Mereka menutup CCTV di bilik dengan menggunakan plester. Pihak bank tidak sadar karena mereka tidak setiap saat memperhatikan CCTV tersebut," kata Rachmad saat ditemui di Bareskrim Polri, Senin (20/4).

Selain menggunakan router, IIT dan rekannya juga memasang sebuah kamera kecil di bawah tudung pelindung nomor di ATM tersebut. Rachmad menjelaskan para pelaku merakit sendiri kamera tersebut agar bisa diletakkan di sana.
Tujuannya adalah untuk bisa mengetahui nomor sandi dari rekening yang akan mereka curi uangnya. Kamera kecil tersebut pun diambil dari pena yang biasa dijual dan memiliki sistem kamera di dalamnya.

"Jadi mereka merakit sendiri kamera itu dengan mengambil dari sebuah pena dan disimpan di tudung pelindung nomor PIN di ATM," ujar Rachmad melanjutkan. (Baca juga: Kisah Ponsel Terlaris yang Dipakai Pembobol Bank)

Setelah menemukan orang yang akan menjadi target pencurian, para pelaku pun lantas merekam isi transaksi dari rekening korban serta tak lupa mengingat nomor sandinya. Setelah itu dengan menggunakan router, data rekaman kartu yang menjadi incaran pun dipindahkan ke kartu palsu (white card) untuk setelahnya para pelaku mengambil uang para korban.

Setelah mendapat laporan dari bank swasta dan penyelidikan sejak Desember 2014, penyidik Tipideksus pun berhasil meringkus IIT di sebuah villa di Seminyak, Bali. Penyidik pun mengamankan barang bukti ribuan kartu palsu yang berisikan data magnetic stipe nasabah yang identitas telah dicuri, komputer, magnetic card writer, serta uang dalam berbagai bentuk mata uang seperti USD, Euro, SGD, Rial, RM, HKD, Lira, dan RMB yang setara dengan Rp 500 juta.

Analisis:
Berdasarkan berita di media online CNN Indonesia, disebutkan bahwa pelaku kejahatan ini melanggar Pasal 362, 363, 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 30 jo Pasal 46 atau Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman maksimal delapan tahun penjara.

Pasal 362 KUHP
Yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pidana Penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 406 KUHP
Dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 :
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan:
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan Write - Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

Motif kejahatan dalam kasus ini yaitu mencuri uang setelah meretas akun rekening korban. Adapun korbannya sendiri bukan warga Negara Indonesia. Tapi mereka mengincar warga Negara asing yang sedang berlibur ke bali dan hanya mengambil sebagian kecil dari rekening korban. Motif mereka memilih warga Negara asing sebagai target karena WNA tersebut tidak akan mengecek kondisi keuangan mereka setidaknya sampai mereka kembali ke Negara asal mereka.

Daftar Pustaka:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar