Jakarta, CNN Indonesia
-- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri telah menangkap IIT, pelaku kejahatan
siber dengan modus mencuri uang setelah meretas akun rekening korbannya.
Menurut tim penyidik, terdapat dua alat utama yang digunakan IIT dan rekannya,
yang saat ini masih buron, agar bisa melaksanakan kejahatannya tersebut.
Alat pertama adalah router, alat kecil yang bisa "merekam" segala aktivitas yang dilakukan saat seseorang melakukan transaksi menggunakan ATM. Alat tersebut dipasangkan dalam sebuah ATM dengan cara membongkarnya diam-diam.
Kepala Sub Direktorat Cyber Crime Dir Tipideksus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Rachmad Wibowo, mengungkapkan otak-atik yang dilakukan para pelaku tidak terdeteksi lantaran mereka menutup kamera CCTV yang terletak di bilik ATM. (Baca juga: Polri Tangkap Pelaku Pembobol Rekening asal Bulgaria)
"Mereka menutup CCTV di bilik dengan menggunakan plester. Pihak bank tidak sadar karena mereka tidak setiap saat memperhatikan CCTV tersebut," kata Rachmad saat ditemui di Bareskrim Polri, Senin (20/4).
Selain menggunakan router, IIT dan rekannya juga memasang sebuah kamera kecil di bawah tudung pelindung nomor di ATM tersebut. Rachmad menjelaskan para pelaku merakit sendiri kamera tersebut agar bisa diletakkan di sana.
Tujuannya adalah untuk
bisa mengetahui nomor sandi dari rekening yang akan mereka curi uangnya. Kamera
kecil tersebut pun diambil dari pena yang biasa dijual dan memiliki sistem
kamera di dalamnya.
"Jadi mereka merakit sendiri kamera itu dengan mengambil dari sebuah pena dan disimpan di tudung pelindung nomor PIN di ATM," ujar Rachmad melanjutkan. (Baca juga: Kisah Ponsel Terlaris yang Dipakai Pembobol Bank)
Setelah menemukan orang yang akan menjadi target pencurian, para pelaku pun lantas merekam isi transaksi dari rekening korban serta tak lupa mengingat nomor sandinya. Setelah itu dengan menggunakan router, data rekaman kartu yang menjadi incaran pun dipindahkan ke kartu palsu (white card) untuk setelahnya para pelaku mengambil uang para korban.
Setelah mendapat laporan dari bank swasta dan penyelidikan sejak Desember 2014, penyidik Tipideksus pun berhasil meringkus IIT di sebuah villa di Seminyak, Bali. Penyidik pun mengamankan barang bukti ribuan kartu palsu yang berisikan data magnetic stipe nasabah yang identitas telah dicuri, komputer, magnetic card writer, serta uang dalam berbagai bentuk mata uang seperti USD, Euro, SGD, Rial, RM, HKD, Lira, dan RMB yang setara dengan Rp 500 juta.
Analisis:
Berdasarkan berita di
media online CNN Indonesia, disebutkan bahwa pelaku kejahatan ini melanggar
Pasal 362, 363, 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 30 jo Pasal 46 atau
Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, serta Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman maksimal delapan
tahun penjara.
Pasal
362 KUHP
Yang dikenakan untuk
kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain
walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang dengan
menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di
e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual
yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu
bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pidana Penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 406 KUHP
Dapat dikenakan pada
kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website
atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 :
Setiap orang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses computer dan/atau system elektronik
dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system
pengaman (cracking, hacking, illegal access). Ancaman pidana pasal 46 ayat 3
setiap orang yang memebuhi unsure sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling
banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan:
Dengan dikeluarkannya
Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen
Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan
media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat
pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan. Misalnya Compact Disk - Read Only Memory (CD - ROM), dan
Write - Once - Read - Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang
tersebut sebagai alat bukti yang sah.
Motif kejahatan dalam kasus
ini yaitu mencuri uang setelah meretas akun rekening korban. Adapun korbannya
sendiri bukan warga Negara Indonesia. Tapi mereka mengincar warga Negara asing
yang sedang berlibur ke bali dan hanya mengambil sebagian kecil dari rekening
korban. Motif mereka memilih warga Negara asing sebagai target karena WNA
tersebut tidak akan mengecek kondisi keuangan mereka setidaknya sampai mereka
kembali ke Negara asal mereka.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar